Gambar ketika Bimtek DiSamarinda

mgmp dismkn 2 banjarbaru

mgmp dismkn 2 banjarbaru
ketika melaksanakan kegiatan mgm

Minggu, 27 Juni 2010

RSBI

“Program RSBI khususnya SMK saat ini tidak sesuai dengan pemikiran saya sewaktu pertama kali merancang program ini”

Kalimat tersebut menjadi pembuka diskusi sekaligus menyentak saya yang sedang asik menunggu pak Kurnijanto dari Cisco Acdemy bersama beliau di sebuah coffee shop di daerah Jakarta Selatan.

Direktur Pendidikan Menengah Kejuruan atau disingkat Dikmenjur pada tahun 1998 – 2006 ini kemudian menambahkan, “SMK Internasional sebenarnya bukan dilihat dengan guru yang mengajar bahasa Inggris di sekolah tersebut, tapi dengan target minimal 10% lulusannya mampu bekerja di luar negeri sesuai dengan kompetensi yang diperoleh sewaktu sekolah.”

Direktur Dikmenjur yang masih tetap dapat disebut Direktur Dikmenjur karena saat ini nama institusinya sudah berubah menjadi PSMK ini lalu melanjutkan, “sewaktu merancang program RSBI, saya memiliki keinginan agar minimal 10% pangsa pasar kerja di luar negeri diisi oleh bangsa Indonesia. Coba bayangkan apabila ini terjadi, maka alur devisa akan mengalir ke negara kita, juga tingkat kesejahteraan akan naik pesat, serta jejaring Indonesia akan diperhitungkan di mata dunia.”

Saya manggut-manggut saja mendengarkan penuturan tersebut dan mencoba mencerna, lalu bertanya, “tapi bagaimana dengan kebijakan RSBI saat ini yang terkesan hanya menjadi Sekolah Rintisan Berbiaya Internasional ?”

“Biaya sekolah sebenarnya dapat diperoleh apabila sekolah itu kreatif dan memaksimalkan unit produksi yang dimiliki. Contoh, untuk SMK Pariwisata dapat memaksimalkan hotel training yang dimiliki untuk meneriwa siswa-siswi dari SMK di luar negeri melalui program pertukaran pelajar atau sister scholl. Jadi, pemasukan diperoleh, kerjasama juga dapat tercapai.”

Dari diskusi singkat tersebut saya jadi paham mengenai latar belakang konsep SMK RSBI pada saat itu yang sangat berbeda jauh dengan kondisi saat ini.

Pak Gatot juga bercita-cita, bahwa lulusan SMK itu memiliki komposisi minimal 10% bekerja di luar negeri, 30% bekerja di dalam negeri, 10-20% melanjutkan ke perguruan tinggi, dan selebihnya bisa berwirausaha atau mandiri. Juga, stigma internasional dapat dilekatkan pada sekolah yang bisa mencapai target tersebut.

Program SMK SBI juga tidak ditujukan untuk seluruh jurusan, melainkan pada jurusan atau program keahlian tertentu yang memang dibutuhkan di luar negeri seperti perhotelan, pariwisata, teknologi informasi, perkapalan, dan lain-lain. Bahkan ada satu harapan beliau adalah 10% pegawai hotel di seluruh dunia berasal dari Indonesia. Almarhum bapak Franklin JH. Nanuwasa telah memulai program tersebut melalui IHS Makassar-nya.

Proses pembelajaran bilingual atau dua bahasa juga tidak perlu diterapkan, yang penting adalah lulusan harus mampu berkomunikasi dengan baik dan benar menggunakan salah satu bahasa Internasional sesuai dengan tujuan dan kerjasama dari sekolah tersebut. Jadi intinya adalah penguasaan terhadap bahasa dari lulusannya, bukan gurunya yang harus mengajar menggunakan dua bahasa. Bukankah hakekat bahasa adalah untuk berkomunikasi ?

Contoh lain dari program Internasional ini untuk jurusan TIK di SMK adalah upaya Pak Gatot untuk memasukkan berbagai sertifikasi Internasional dalam kurikulum pendidikan. Contohnya adalah CCNA. Dengan memiliki kemampuan dan memiliki sertifikat CCNA, seorang tamatan SMK akan mampu untuk bersaing dalam bidang jaringan dengan siapapun di seluruh dunia, karena CCNA di Indinesia itu sama dengan CCNA di Amerika.

Jadi, mengapa justru SBI saat ini justru menjadi “Sekolah Berbiaya Internasional ?”

Senin, 14 Juni 2010

BILANGAN 11 YANG ADUHAIIIIII....

Jika sebuah bilangan positif dapat dikategorikan sebagai bilangan yang tidak menarik dengan kriteria tertentu, maka mungkin tampak bahwa bilangan 11 akan masuk pada kriteria tersebut.
Bilangan 11 tidak menjadi anggota dari suatu barisan bilangan sederhana tertentu, misalnya barisan bilangan segitiga.Segilima, Fibonacci, walaupun menjadi anggota dari barisan bilangan Lucas {1,3,4,7,11,18,19,47,....
Bilangan 11

Jumat, 04 Juni 2010

MATEMATIKA JADI MATA PELAJARAN IDOLA.....?

Idola tentunya merupakan kata yang berarti menyenangi atau disenangi , bisa juga berarti dikagumi. Biasanya yang menjadi idola itu artis atau tokoh terkenal, baik orang-orang pandai, pejabat atau alim ulama. Tapi yang satu ini berbeda, seseorang mengidolakan sesuatu yang paling tidak disenangi...yaitu mengidolakan MATEMATIKA.
Apakah hal ini bisa terjadi..?Kalau kita berteori kemungkinan tentu saja ada orang yang mengidolakan Matematika, tetapi tentunya sangat jarang didapatkan atau bahkan sangat sulit untuk menemukan orang yang mengidolakan matematika. Bersyukurlah anda yang merasa menyenangi matematika atau menjadikan matematika sebagai MP yang diidolakan, sebab anda termasuk makhluk langka. Konsekuensinya kalau Langka berarti susah dicari dan bisa juga berarti mahal harganya. Karena itulah maka bila anda menjadi orang yang suka matematika maka anda adalah orang yang beruntung, sebab lahan rezeki bagi anda sangat terbuka dan banyak.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran disekolah yang tidak banyak menyukainya atau bahkan bisa dikatakan tidak ada. Kenapa hal ini bisa terjadi, sebab tidak semua orang suka dengan yang namanya hitung menghitung.
Ketika orang dihadapkan dengan angka maka yang terpikir oleh mereka adalah sebuah alat hitung yang namanya paling terkenal didunia yaitu Kalkulator, dia paling malas memanfaatkan otaknya yang sebanarnya lebih cerdas dari kalkulator. Inilah profil kemampuan matematika di...?saya tak berani menyatakannya..takut jadi tersinggung.
Tapi tetap kita akui bahwa memang Matematika adalah mata pelajaran yang paling tidak disukai oleh para pelajar kita.Kalau tidak percaya silahkan anda tanya dengan siswa apakah ada siswa yang menyenangi MP Matematika. Kalau ada berarti itu suatu pengecualian.